Jejak Hujan
Hujan lebat turun begitu deras di kota kecil itu. Setiap tetes air menggema seperti serenade alam yang melodi. Di tengah guyuran hujan, seorang wanita muda bernama Maya duduk di teras kafe kecil yang sepi. Rambutnya basah kuyup, tetapi matanya penuh semangat.
Maya menggigit bibirnya, memperhatikan jejak hujan yang mulai membentuk pola di jalanan kota. Jejak-jejak itu mengingatkannya pada kenangan lama, pada cerita cinta yang pernah ada dalam hidupnya.
Flashback membawanya kembali ke sebuah sore di musim gugur. Hujan gerimis menemani pertemuan pertamanya dengan Adrian, pria yang kini hanya ada di kenangan. Mereka bertemu di perpustakaan kota, dan percakapan ringan mereka seperti melodi yang indah.
Namun, seperti hujan yang datang dan pergi, begitu juga cinta mereka. Setelah beberapa musim, hubungan mereka pudar dan akhirnya sirna, seperti jejak hujan yang hilang ditelan waktu.
Maya tersenyum getir, mengingat kenangan manis yang masih menyisakan rasa getir di hatinya. Dia sadar bahwa jejak hujan hari ini mungkin membawanya pada kesempatan baru, pada babak baru dalam hidupnya.
Tanpa ragu, Maya berdiri dan meninggalkan kafe. Dia berjalan di tengah hujan, merasakan tetesan air yang dingin di wajahnya. Jejak-jejak hujan baru mengikuti langkahnya, dan dalam setiap tetes air, Maya menemukan keberanian untuk memulai kisah baru.
Hidupnya mungkin tidak lagi seperti musim panas yang hangat, tetapi di setiap hujan, Maya menemukan keindahan dan harapan. Dan, mungkin, di antara jejak hujan itu, ada kisah cinta baru yang menunggu untuk ditulis.
Komentar
Posting Komentar